Pages

Monday, October 31, 2011

Tragedi Karbala- Husain Sang Ksatria Langit


Membaca sejarah acapkali tidak menarik atau membosankan, karena otak seolah  dijejali dengan fakta- fakta peristiwa, tokoh, dan tanggal – tanggal yang kaku.  Namun, akan lain rasanya jika  sejarah  dikemas dalam sebuah novel .  Apalagi jika penulisnya menyajikan dengan bahasa yang indah dan mudah dicerna. Pembaca seakan dibawa ke dalam peristiwa tersebut sekaligus turut merasakan emosi  jiwa tokoh – tokohnya. 

Salah satunya adalah buku yang berjudul Husain Sang Ksatria Langit ini.

Sebagian besar masyarakat Indonesia tidak terlalu memperhatikan satu peristiwa berdarah dalam sejarah Islam. TRAGEDI KARBALA.  Dalam pendidikan agama Islam di sekolah umum yang saya ingat, pengajaran sejarah hanya sebatas pada shiroh Nabi Muhammad SAW,  sampai pada khalifah-khalifahnya. ( Sangat dimaklumi mengingat terbatasnya jam pelajaran ). Hingga yang saya tahu hanya Nabi Muhammad memiliki cucu yang sangat disayanginya, yaitu Hasan dan Husain, putra Fatimah dan Ali r.a. Dari buku inilah saya tahu tragedi heroik sekaligus  merupakan ironi dalam dunia Islam , yang menimpa sosok Al Husain , cucu kesayangan Nabi besar Muhammad SAW.

Muawiyah mengangkat dirinya sebagai khalifah setelah berhasil menyingkirkan khalifah yang sah, Imam Hasan bin Ali . Setelah Muawiyah menemui ajal, anaknya yang bernama Yazid menggantikan.

Seperti ayahnya, karena naik tanpa restu umat dan syariat, Yazid mencari baiat dengan cara paksa. Al Husain yang tinggal di Madinah, diincar oleh Yazid. Beliau dikirimi surat agar memilih satu diantara dua pilihan; baiat kepada Yazid atau mati. Tentu saja Al Husain menolak untuk baiat kepada Yazid yang zalim.

Surat - surat dukungan untuk Al Husain datang bertubi – tubi dari warga Kufah. Mereka menyatakan siap mengadakan perlawanan bersenjata atas Yazid bin Muawiyah dan mengundang Al Husain untuk datang ke Kufah mengoordinasi perlawanan tersebut. Untuk meninjau keadaan yang sesungguhnya di Kufah, Al Husain mengirim  utusannya, Muslim bin Aqil. Di Kufah, Muslim mendapati rakyat benar-benar sedang bersemangat melakukan  perlawanan. Karenanya, Muslim menyampaikan berita itu kepada Al Husain lewat surat. Al Husain pun berangkat menuju Kufah bersama rombongannya yang berjumlah ratusan orang.

Namun, dalam perjalanan menuju Kufah, keadaan berubah total. Gubernur Kufah yang baru saja dipilih oleh Yazid, Ubaidillah bin Ziyad, mengancam penduduk Kufah sehingga tidak berani lagi keluar dan berkumpul untuk mengadakan perlawanan. Segelintir orang yang masih berani dan setia pada Muslim bin Aqil pun ditangkap. Bahkan, Muslim sendiri dibunuh dengan cara yang sangat sadis.

Perubahan keadaan itu terdengar oleh Al Husain dan rombongannya yang sudah mendekati Kufah. Banyak anggota rombongan yang memilih mundur, sehingga rombongan hanya berjumlah puluhan orang, wanita dan anak kecil. Namun, putera pasangan suci Imam Ali dan Fatimah Azzahra itu tetap mengajak rombongannya untuk melanjutkan perjalanan sampai kemudian berhadapan dengan pasukan kiriman gubernur Kuffah pimpinan Hur bin Yazid Arriyahi. Pasukan Hur mengiringi rombongan Al Husain dari belakang, hingga tiba di daerah Karbala . Karb berarti duka, bala berarti bencana.

Di sinilah tragedy berdarah yang keji itu terjadi. Pertempuran yang tidak seimbang. Yang populer disebutkan syuhada Karbala berjumlah 72 orang, namun dalam Ziarah Nahiyah Muqaddasah disebutkan bahwa jumlah mereka 87 orang. 

Hur bin Yazid Arriyahi yang merupakan komandan pasukan Ubaidilah bin Ziyad termasuk yang gugur sebagai syuhada, karena saat itu Hurr tersadar bahwa dia berada di tengah pasukan yang akan membantai cucu Nabi SAW dan keluarganya. Hurr bersimpuh mohon maaf pada Al Husain dan berbalik menyerang pasukan musuh. Husain memuji kepahlawanan Hurr dan mengatakan, “Engkau benar-benar orang yang bebas, seperti nama yang diberikan ibumu kepadamu. Engkau bebas di dunia dan akhirat.”

Peristiwa Karbala sungguh merupakan ironi, karena dilakukan oleh orang yang mengaku memeluk Islam, pengikut Muhammad SAW. Dengan keji dan sadisnya membunuh Imam Husain dan keluarganya, belum lama berselang setelah Nabi wafat.( sekitar 60 tahun setelah wafatnya Nabi )

Lebih keji lagi ketika kepala seorang cucu Nabi di arak- arak dari satu kota ke kota lainnya, diiringi dengan derai tangis dan langkah lesu  anggota keluarganya yang masih hidup. Kemana gerangan warga Kufah yang begitu bersemangat mengundangnya?  Apa yang dipikirkan umat Islam pada waktu itu? Sungguh peristiwa yang bahkan lebih keji daripada zaman jahiliyah.

Sejarah menunjukkan bahwa pemimpin zalim hanya berpikir mempertahankan kekuasaannya dengan cara apapun. Akibatnya, dengan cepat memengaruhi pola hidup dan cara berpikir segenap lapisan masyarakat di bawahnya. 

“ Husain, berkorban murni demi Islam” – Charles Dickens

“ Demi terus menghidupkan keadilan dan kebenaran, alih- alih menggunakan pasukan ataupun senjata, kesuksesan bisa diraih dengan pengorbanan jiwa. Inilah yang dilakukan oleh Imam Husain “ – Rabindranath Tagore

Semoga Alloh SWT merahmati  orang- orang yang senantiasa berjuang dalam jalan Islam.

Judul                : Husain Sang Ksatria Langit
Penulis             : Muhsin Labib
Penerbit          : Zahra Publishing House
Cetakan           : 1, Mei 2009
Tebal               : 347 hal.


Foto diambil dari Rumah Buku Pustaka Ilmu , tempat Kang Aming jualan buku..^^..

5 comments:

Nigar Pandrianto said...

wow, blog anda rame juga. mengasyikkan. Bakal sering berkunjung saya... Terima kasih sudah mengunjungi blog saya...Salam kenal...

Yayun Riwinasti said...

welcome..:)
salam kenal juga..thx ya kunjungannya...:)

Unknown said...

nice post

Unknown said...

lalu setelh tau apakah hanya sekedar tau ??

Unknown said...

lalu setelh tau apakah hanya sekedar tau ??

Post a Comment

thx for your comments..:)