Pages

Tuesday, November 13, 2012

Honeymoon with My Brother


Judul                     : Honeymoon with My Brother
Penulis                 : Franz Wisner
Penerbit              : Serambi ( Gita Cerita Utama )
Penerjemah       : Berliani M. Nugrahani
Penyunting         : Anton Kurnia
Edisi                       : Edisi Baru, Cetakan Pertama, Agustus 2012
Tebal                     : 588  hlm.

 Pernah putus cinta ? Ditinggalkan orang yang benar – benar kauharapkan menjadi pendamping hidupmu selamanya ? Bagaimana rasanya ? Sedih ?  Pasti ! Marah, kecewa, depresi,…pokoknya kecamuk rasa seperti amukan badai cyclone yang tidak karuan  …. ( halah ! )




Nah, apa pilihannya ? Menangis dan mengurung diri ? atau bahkan …suicide..???  Bisa jadi begitu ya karena saking sedihnya. Tapi, kalau ala Mas Franz  Wisner ini, pilihannya adalah terus move on. Rencana pesta pernikahan hingga bulan madu yang sudah di ambang pintu tetap dijalani. – walau tentu saja tanpa mempelai wanita –

Sayang  dong udah terlanjur nyebar undangan, sewa tempat, pesan catering , sampai bayar lunas paket bulan madu kelas satu. Bahkan beberapa tamu undangan pun sudah dalam perjalanan .  
"Your friends will be there. The wine will be there. Why let everything go to waste?"  ( Kurt Wisner – Franz’ brother )
Lagipula hal itu paling tidak bisa membantu menghalau rasa galau. Pada saat – saat  seperti itu memang keberadaan  sahabat dan keluarga sangat membantu. Gurauan tingkat tinggi, suntikan semangat yang tak henti – henti memberi kekuatan untuk setidaknya bisa berkata  ,” Yea, aku bisa melewati ini semua .”

Jadi, bulan madu pun  kemudian ‘terpaksa’ dijalani Franz  dengan Kurt – adiknya. Namun ternyata,  yang tadinya hanya sekadar iseng  untuk melepas kesedihan, bulan madu itu menjadi  pengalaman luar biasa bagi mereka. Franz dan Kurt menemukan keakraban  yang belum pernah dirasakan sebelumnya.

Berawal dari situ, keputusan ekstrim pun diambil kemudian . Mereka sepakat berhenti kerja, menjual rumah daaannnn….Keliling dunia bersama! Woww…!! Mengunjungi 53 negara mulai dari benua Eropa, Asia, – termasuk Indonesia ( Bali, Lombok dan Pulau Komodo ),  dan puncaknya di Afrika.


Keliling dunia selama dua tahun tentu saja banyak mendapat pengalaman seru. Apalagi,  perjalanan mereka bukanlah sekadar mengikuti paket tour  yang  terorganisasi dan terjadwal rapi. Bahkan mereka pun memutuskan untuk tidak menggunakan buku panduan lagi. Tentu saja tidak semuanya berjalan lancar dan belum tentu semuanya menyenangkan. Namun Franz yang semula patah hati, akhirnya menemukan makna baru dalam kehidupannya. Banyak hal  yang tidak bisa didapat dari bangku sekolah berhasil diserapnya.

Aneh . Di sini, di Rusia yang penuh kekangan, aku justru merdeka ( Franz , hlm. 205 )

Kenyamanan didapat setelah hati mampu ikhlas dan fokus pada perjalanan yang membentang di depan.    Tidak masalah apakah rencana berjalan lancar atau tidak , pengalaman yang didapat pastilah memuaskan dan penuh makna. Saat keadaan benar – benar terasa sulit, yakin saja pasti ada jalan keluar yang tersedia.

Yea, memang terkesan klise saat orang mengatakan ada hikmah dibalik musibah. Tapi memang harus diakui begitulah adanya. Sesuatu yang diawalnya seperti musibah bisa jadi menyimpan berkah yang tak terduga. Dari kisah nyata ini, bisa kita renungkan hal tersebut.

Kisah Franz Wisner ini bukan  hanya kisah travelling semata. Tapi di dalamnya ada hal – hal yang mampu menyentuh hati. Seperti saat di Afrika , saya turut membayangkan senyuman terlebar bocah – bocah yang dibalut kemiskinan -Kemiskinan bukan berarti ketidakbahagiaan. Saya juga merasakan kehangatan cinta dalam setiap surat yang dikirim Franz untuk La Rue di Eskaton. – La rue adalah neneknya yang berusia hampir seabad. Ada hal – hal lucu , menjengkelkan, dan juga…pengalaman pribadi dengan wanita. – tahulah, he’s a man from the west.

Hmm..ada juga sih yang membuat saya hanya bisa bengong. Yaitu, saat Franz mulai ngomong politik. –saya buta politik. Maklumlah, Franz pernah menjadi sekretaris pers pemerintah AS. Mungkin karena terbiasa menulis sebelumnya, selama perjalanan  keliling dunia ini, dia menulis sejumlah artikel  dan opini yang dimuat  berbagai media di Amerika Serikat.

Buku Franz berikutnya ditulis bareng sang adik, Kurt, berjudul How the World Makes Love : Petualangan Keliling Dunia sang Pecundang Cinta . –Serambi sudah menerbitkan edisi terjemahannya  tapi saya belum baca –  Kini, Franz sudah menikah dengan Tracy Middendorf dan menetap di Los angeles bersama Calvin dan Oscar, dua anak mereka.

“ Franz, ini sebuah berkah. Kau akan menyadarinya nanti. Mungkin akan butuh waktu lama, tapi pada akhirnya , kau akan menyadarinya “ ( hlm. 17 )

Sepakat kan hidup adalah berkah ? :)

Thursday, July 26, 2012

Pengantin Surga - Layli o Majnun




Dua insan yang sedang mencinta, niscaya memiliki hasrat untuk selalu bersama. Untuk itulah ada lembaga suci yang disebut dengan pernikahan. Sepasang pengantin yang berbahagia mendapat legalitas di mata Tuhan dan segenap umat-Nya untuk  mencecap madu kehidupan. 


Namun,  adakalanya takdir tidak berpihak pada kehendak manusia.  Seperti halnya yang terjadi pada Qays dan Layla.

Ketika lidah- lidah yang kelaparan
Menyakiti dua hati yang sedang kasmaran
Mata dan bibir mereka tiada lagi mampu menyimpan
Rahasia yang terungkap oleh sebuah kerlingan
Serbuan fitnah membuat mereka terpisahkan  ( hlm. 18 )



Qays dan Layla dimabuk asmara. Sebelum benar- benar menyadari apa yang mereka alami, orang sudah terlanjur mengumbar cemburu dan kedengkian. Akibatnya, cinta mereka pun terpisahkan karena ayah Layla tidak menyetujui hubungan tersebut. . Karena cintanya kepada Layla, Qays tampak seperti Majnun ( orang gila ). Hingga kemudian lebih terkenal dengan Layla dan Majnun. 

Kemudian, Layla dinikahkan dengan Ibnu Salam. Namun sampai akhir hayatnya Layla tidak pernah mengizinkannya untuk menjamah keperawanannya. Layla senantiasa setia kepada Majnun.

Sementara Layla terkurung dalam pernikahan paksa tersebut, Majnun yang telah kehilangan unsur kemanusiaannya bebas mengekspresikan cintanya dalam syair- syair yang ajaibnya begitu memukau dan menghanyutkan pendengarnya. Jiwa Majnun melebur dalam bayang- bayang Layla. 

Bagi kaum sufi, kisah Layla – Majnun ini merupakan simbol  seorang pecinta ( hamba ) dan Kekasihnya ( Tuhan ) . Dengan cinta, seorang pecinta dapat bertransformasi ke dalam persatuan mistik dengan Sang Kekasih .  Konon, ungkapan – ungkapan cinta Majnun ini adalah ungkapan cinta pengarang kepada Tuhannya. 

Bagi saya sendiri -orang awam-  kisah ini adalah sebuah roman yang disajikan dalam bahasa yang indah dari awal hingga akhir. Meskipun bahasa yang digunakan puitis, ceritanya sendiri tetap mudah untuk dicerna.
Penerjemah dan penyuntingnya  sepertinya telah melakukan usaha ekstra untuk memanjakan pembaca agar bisa menikmati keindahan bahasanya. Simak saja   salah satu contohnya dalam kutipan dari halaman 18 di atas. Diksi yang dipilih menghasilkan irama dan rima akhir yang sempurna. 

Selain itu, dalam hal yang sederhana seperti  deskripsi alam saat pergantian hari membuat saya tak habis pikir imajinasi seseorang bisa  selincah itu. Simak ya kutipannya…

Sekali lagi hari yang masih mentah mengenakan mantel paginya, bagai tenunan brokat yang gemerlap. Ia menghiasi telinga langit dengan ornamen  emas matahari dan air raksa bintang gemintang yang meleleh dalam nyalanya yang merah ( hlm. 26 )

Sekali lagi sang matahari – penunggang kuda yang gagah berani itu – melompat cepat ke arena tempat roda langit berputar. Saingannya bintang gemintang, menjadi pudar dan mundur ke tepian ufuk barat. Cahaya yang bersinar dari sang penakluk membuat mangkuk Kristal malam yang berkilau – kilau hingga pagi mengangkatnya tinggi – tinggi kemudian memecahkannya, sehingga anggurnya bertebaran, mewarnai cakrawala dengan warna ungu dari satu ujung ke ujung lainnya. Begitulah hari bermula. ( hlm 199. )
Saat membaca, pernah saya begitu terhanyut dan menyalahkan Majnun yang begitu lebur dalam cintanya. Alangkah tega kepada orang tua yang menangis darah hingga akhir hayatnya karena memikirkan ketidakwarasan anak semata wayangnya. Pernah pula saya menyalahkan Layla, kenapa hanya memendam rasa dalam diam, tidak memohon kepada ayahandanya untuk menyatukannya dengan Majnun. Hingga akhirnya Ibnu Salam, suami yang amat mencintainya pun menjadi turut menderita. Setelah membacanya sampai akhir baru saya bisa memahami situasi dan kondisinya.   

Tanpa ada tokoh antagonis dan protagonis , karakter yang ada di dalamnya adalah tokoh- tokoh yang kuat . Layla-Majnun, ayah Layla, orang tua Majnun, Ibnu Salam, hingga tokoh Nawfal, semua adalah tokoh yang konsisten dalam sikap dan perasaannya. 

Hmm…sedikit yang saya rasa kurang pas dalam novel ini adalah desain kovernya. Suram. Mungkin jika   dibuat senada dengan  ilustrasi- ilustrasi yang ada di dalamnya, seperti di hlm. 17 atau hlm.242 akan jauh lebih menarik. Tampak khas ornament Arabianya. 

Daaaaaaann….Akhirnya, saya tertarik menulis puisi juga…^^

Duhai Majnun,
Andai  kumiliki separuh saja bentuk cintamu
Untuk kusemai dalam kalbuku
Dan kupersembahkan kepada Kekasihku
Tentu laku raga ini
akan berpihak pada lambaian surgawi
Aku tak ingin menjadi gila
Aku hanya ingin terlekat cinta … kepadaNya

Judul                     : Penagntin Surga
Penulis                  : Nizam Ganjavi
Penerjemah           : Ali Nur Zaman
Penyunting            : Salahuddien Gz.
Penerbit                : dolphin
Tebal                     : 250 hlm
Cetakan                  : Juli , 2012
ISBN                      : 978-979-17998-3-6