Pages

Saturday, June 16, 2012

Bunda, Kembalilah !


Menjadi seorang ibu bisa dikatakan gampang- gampang susah. Apalagi ibu yang tidak fulltime berada di rumah, alias ibu yang bekerja di luar rumah.Tidak ada jalur pendidikan formal yang bisa menjamin seseorang berhasil menjadi ibu yang baik. Padahal, ibu dikatakan sebagai madrasah pertama dan utama bagi seorang anak.Nah !

Sering orang mengatakan, yang penting dalam hubungannya dengan anak adalah kualitas, bukan kuantitas. Namun realitanya, banyak ibu yang juga berkarir di luar sulit untuk menciptakan pertemuan yang berkualitas dengan anak. Bayangkan saja, energi, fisik dan pikiran sudah terkuras habis untuk urusan pekerjaan. Alih- alih menciptakan pertemuan yang hangat dengan anak, yang ada justru anak menjadi sasaran kekesalan. Hal ini menjadi salah satu bahasan dalam salah satu artikel di buku ini yang berjudul “ Bunda, Kembalilah “. Isinya kurang lebih mengingatkan para ibu yang juga sebagai wanita karir, agar bisa proporsional dalam menjalankan perannya.  

Buku dengan stempel “Catatan Merah bagi Ibu yang Doyan Karir “ ini adalah kumpulan artikel yang ditulis oleh Bunda Yuyus Robentien. Beliau adalah seorang guru, dan merupakan bunda dari 4 putra, dan  putri. Jadi di samping berbekal dengan teori dari para ahli, pengalaman pribadi pun saya yakin turut menjadi bahan tulisan. 

Bahasan kelima belas artikel dalam buku ini semuanya masih dalam ranah keluarga, pendidikan dan pengasuhan anak, dengan rentang balita hingga remaja. Dengan cakupan seluas itu, dan  tebal yang ‘hanya’ 106 halaman terus terang saya merasa kurang. Kemudian, akan terasa lebih nyaman lagi jika penyusunan artikelnya dibuat berurutan per tema utamanya, tidak melompat-lompat.  Misalnya, bagian pertama berisi artikel- artikel tentang peran dan posisi wanita, bagian kedua tentang problem masa balita, lalu problem remaja, dst. 

Artikel yang pas kebetulan sering terjadi pada saya sendiri adalah  ‘Bila Anak-Anak Sedang Berselisih’.
*curhat* Saya memiliki dua anak, usia 7 tahun dan 4 tahun. Yang sulung laki-laki, dan bungsunya perempuan. Setiap hari selalu saja ada hal yang memicu perselisihan di antara keduanya. Meskipun berbeda gender, tidak ada yang mau mengalah. Dan…yeah -sering terjadi- emosi saya tersulut – dan sering pula menyesal belakangan. Sekali lagi, membaca artikel ini saya merasa diingatkan bahwa anak- anak belum memiliki logika berpikir yang sempurna. Tugas orang tua lah untuk membimbing mereka. Bagaimanapun kondisi kita sudah seharusnyalah  sebagai orang tua berusaha menyelesaikan konflik tanpa menimbulkan konflik baru. 

Judul : Bunda, Kemblilah !
Penulis : Yuyus Robentien
Penerbit : Leutikaprio
Tebal     : vi + 106 hlm.
Terbit    : Cetakan 1, Februari 2012


Thursday, June 14, 2012

Jurnalistik for Fun


Hobi tulis menulis? Meliput berita ? Ingin menjadi wartawan ?  Atau sekadar ingin tahu suka duka dalam dunia jurnalistik?  Yup, this book is the answer. Jurnalistik for Fun.


Kalau yang pernah baca Koran Radar- yang mana saja- pasti tahu rubrik remaja  bernama Ekspresi. Nah, penulis buku ini adalah para wartawan muda  ( KruEx )– yang berstatus menjadi mahasiswa- dan belajar menjadi wartawan di Radar Banten . 



Dua  artikel di  bab pertama ‘TEORI’ ditulis sendiri oleh Bang Hilal Ahmad, pengasuh dan orang yang merevisi tulisan –tulisan para wartawan muda hingga akhirnya layak dipampang dalam rubrik tersebut. Salah satunya berjudul  Jurnalistik Itu Asyik . Dalam bagian ini  dibahas pengertian – pengertian mendasar misalnya tentang apa itu jurnalistik, apa itu berita, syarat sebuah berita, siapa yang disebut sebagai wartawan, dll. Tulisan kedua berjudul Dari Facebook Sampai Lenong Rumpi. Pada bagian ini beliau lebih pada berbagi pengalaman tentang seluk beluk pengelolaan rubric remaja di media. 

Isi bab – bab berikutnya ( semuanya ada 6 bab )tak kalah menarik dan informatif.  Sekitar 18 wartawan muda berbagi ilmu, cerita,  dan pengalaman . Oke, mari kita kupas sekilas per bab.

Bab kedua berjudul Identitas. Empat tulisan di dalamnya membahas tentang seperti apa sih sosok seorang wartawan dan suka duka dalam pekerjaannya? Menurut Nurzahara Amalia, wartawan  tuh SKG :  Smart, Kreatif dan Gaul . Atau JUjur, terkeNAL, dan manIS. ( aissss….^^ ) . Suka duka wartawan juga diceritakan di sini. Mulai dari proses audisi untuk menjadi wartawan, betapa senangnya saat tulisan naik cetak, dan di  bawahnya ada inisial kita, atau betapa  asemnya saat tulisan yang sudah dibuat setengah mati ternyata tidak dimuat. ( olala….)

 Bab ketiga ISI DAN TAMPILAN mencakup lima tulisan. Pada bagian ini, dibahas tentang  mencari berita ( meliput ) hingga menyajikan dalam  bentuk tulisan. Berbagai macam tips mulai dari persiapan hingga melakukan wawancara,  teknik liputan,  menulis  berita yang enak dibaca  dipaparkan  di bab ini.

Bab keempat TANTANGAN.  Empat tulisan di dalamnya memaparkan pengalaman – pengalaman yang menjadi tantangan bagi seorang jurnalis. Seperti sulitnya menemui narasumber akibat penjagaan yang ketat, meliput tapi dengan peralatan yang minim plus tanpa kendaraan pribadi, hingga sulitnya membagi waktu dan energi sebagai mahasiswa yang nyambi menjadi wartawan.

Bab kelima FOTOGRAFI.Coba bayangkan jika tampilan dalam Koran atau majalah tidak disertai foto ? Tentunya kurang informatif dan kurang manis kan… Nah, keberadaan foto memang merupakan elemen penting bagi media. Dua tulisan dalam bab ini mengupas tentang foto remaja sekaligus kriteria foto remaja yang baik, dan cerita pengalaman seorang fotografer  di Radar Banten.  

Bab terakhir BEST EXPERIENCE. Dari judulnya tentu sudah bisa menebak. Yup. Ada 4 tulisan yang berisi pengalaman mengesankan selama menjadi wartawan . 

Yang menarik dari buku ini, teori disajikan dalam bentuk cerita. Seperti kalau kita kumpul dengan teman terus ngobrol seru dengan tema jurnalistik. Bahasa yang digunakan adalah bahasa remaja yang  mudah dicerna dan tidak bertele-tele. Hanya memang kalau mengharapkan teknik penulisan berita secara detail ya masih perlu membaca buku yang lain. 

Yang pasti,  pas banget deh buku ini dibaca oleh penggiat mading sekolah, jurnalis kampus, atau siapa pun yang tertarik  dengan dunia jurnalistik.

Judul     : Jurnalistik for Fun
Penerit : LeutikaPrio
Penulis : Hilal Ahmad dan Kru Expresi Radar Banten
Tebal     : vi + 121 hlm.
Cetakan: 1 , Desember 2011
ISBN      : 978-602-225-196-5

Sunday, June 10, 2012

Sepatu Dahlan


“Pilih ngendi, sugih tanpa iman opo mlarat ananging iman?” Dengan tegas aku menjawab
“ Sugih ananging iman, Pak.” (hlm.31 )


Dahlan kecil kenyang bergaul dengan kemiskinan. Kemiskinan yang menyajikan banyak keterbatasan. Rasa perih karena lapar. Lecet dan melepuh di kaki yang tak bersepatu demi menuntut ilmu. Ngangon domba, nguli nandur, nguli nyeset, hingga menjadi pelatih voli anak- anak juragan tebu dijalani . Padahal tidak terlalu banyak yang diimpikannya. -Hanya sepatu dan sepeda-.  Tapi sepertinya itu adalah barang mewah yang butuh banyak perjuangan untuk mendapatkannya.  



…kemiskinan bukan halangan untuk mereguk ilmu sebanyak mungkin…Tuhan selalu mengabulkan doa orang-orang yang memiliki keyakinan dan kemauan yang kuat untuk mewujudkan harapan. ( Petuah Ustaz Ilham,hlm.  37 )

Ya, berdamai dengan kemiskinan . Itulah satu-satunya tindakan logis yang bisa dilakukan. Pasrah tapi tidak menyerah. Kegembiraan masa kecil tetap bisa dirasakan. Percaya Gusti Allah ora sare. Cukup buku catatan yang menampung semua gejolak rasa.

Bagiku, menulis tak ada bedanya dengan obat, menyembuhkan luka akibat sayatan kepedihan.(hlm.80)

Walau ada kalanya semua terasa berat dan menyiksa. Adakalanya tergelincir melakukan hal yang dilarang-Nya. Tapi iman tidak pernah hilang dan disiplin selalu ditanamkan.

“Ojo wedi mlarat. Yang penting tetap jujur!” ( Mbak Sofwati,hlm.109)

“Disiplin itu lahir dari kemauan dan kesungguhan kalian sendiri, bukan dari peraturan atau ketegasan guru-guru dalam menegakkannya.” ( Ustad Ilham,hlm.105 )

Tak heran , walau dalam belitan kemiskinan  prestasi tetap dapat ditorehkan. Walau tanpa sepatu, posisi kapten tim bola voli dipegang. Pengurus ikatan santri pun disandang. Dua syarat ‘kepemimpinan dipenuhinya.

“ Pertama, santri tu harus tawaduk,harus rendah hati. Terpilih menjadi pemimpin bukan berarti menjadi penguasa yang berhak memerintah sekehendak hati, melainkan menjadi pelayan bagi orang-orang yang dpimpinnya. Kedua, harus tawakal. Dunia ini persinggahan semata. Jabatan adalah amanat yang dilimpahkan kepada kita, kelak akan dimintai tanggung jawab. Menjadi pemimpin bukan untuk gagah-gagahan atau cari pamor. Siapa pun yang terpilih harus siap bekerja. “ ( Kiai Irsjad,hlm.158  )

Melalui  novel setebal 369 ini, Khrisna Pabichara berhasil menyuguhkan kisah yang menginspirasi dan dapat dinikmati. Banyak filosofi Jawa dan Islam mewarnai. Bukan sekedar fiksi semata. Ketika kita menengok dunia nyata, tokohnya memang ada. Ya, Dahlan Iskan . Menteri BUMN Republik Indonesia. Bos Jawa Pos group, mantan Dirut PLN. Media massa kerap menyorot beliau. Sosok yang berpembawaan sederhana dan merakyat – lebih suka bersepatu kets-. 


Ketika sekarang dunia pendidikan sedang berkutat dengan kurikulum pendidikan karakter, novel seperti ini sangat pas sebagai penunjang. Saya sarankan : perbanyaklah koleksi perpustakaan dengan novel- novel semacam ini. ‘Paksa’ murid untuk mau membaca  serta  mengambil hikmahnya. 


Bukan, bukan  maksud saya mengiklankan novel ini . Umumnya, novel lebih diminati daripada  teks book. Novel lebih bersifat menghibur. Jadi, ketika kita ingin menyampaikan nilai- nilai tertentu tanpa berkesan menggurui atau memaksa atau mendoktrin ,lewat ceritalah jalan keluarnya. 


Sebuah novel yang mampu membuat pembaca larut dalam ceritanya, berkembang imajinasi karena kuatnya deskripsi, lebih kuat pengaruhnya bagi emosi jiwa pembaca. Alhasil, kalau yang disisipkan dalam novel tersebut  adalah nilai- nilai yang luhur tentu pengaruh positif jugalah yang tersematkan.

Judul   : Sepatu Dahlan
Penulis : Khrisna Pabichara
Penerbit : Noura Books
Tebal   : 396 hlm.
Terbit  : Cetakan 1, Mei 2012
ISBN    : 978-602-9498-24-0