Menjadi seorang ibu bisa
dikatakan gampang- gampang susah. Apalagi ibu yang tidak fulltime berada di rumah, alias ibu yang bekerja di luar
rumah.Tidak ada jalur pendidikan formal yang bisa menjamin seseorang berhasil
menjadi ibu yang baik. Padahal, ibu dikatakan sebagai madrasah pertama dan
utama bagi seorang anak.Nah !
Sering orang mengatakan, yang
penting dalam hubungannya dengan anak adalah kualitas, bukan kuantitas. Namun
realitanya, banyak ibu yang juga berkarir di luar sulit untuk menciptakan pertemuan
yang berkualitas dengan anak. Bayangkan saja, energi, fisik dan pikiran sudah
terkuras habis untuk urusan pekerjaan. Alih- alih menciptakan pertemuan yang
hangat dengan anak, yang ada justru anak menjadi sasaran kekesalan. Hal ini
menjadi salah satu bahasan dalam salah satu artikel di buku ini yang berjudul “
Bunda, Kembalilah “. Isinya kurang lebih mengingatkan para ibu yang juga
sebagai wanita karir, agar bisa proporsional dalam menjalankan perannya.
Buku dengan stempel “Catatan
Merah bagi Ibu yang Doyan Karir “ ini adalah kumpulan artikel yang ditulis oleh
Bunda Yuyus Robentien. Beliau adalah seorang guru, dan merupakan bunda dari 4
putra, dan putri. Jadi di samping
berbekal dengan teori dari para ahli, pengalaman pribadi pun saya yakin turut
menjadi bahan tulisan.
Bahasan kelima belas artikel
dalam buku ini semuanya masih dalam ranah keluarga, pendidikan dan pengasuhan
anak, dengan rentang balita hingga remaja. Dengan cakupan seluas itu, dan tebal yang ‘hanya’ 106 halaman terus terang saya
merasa kurang. Kemudian, akan terasa lebih nyaman lagi jika penyusunan artikelnya
dibuat berurutan per tema utamanya, tidak melompat-lompat. Misalnya, bagian pertama berisi artikel-
artikel tentang peran dan posisi wanita, bagian kedua tentang problem masa
balita, lalu problem remaja, dst.
Artikel yang pas kebetulan sering
terjadi pada saya sendiri adalah ‘Bila
Anak-Anak Sedang Berselisih’.
*curhat* Saya memiliki dua anak,
usia 7 tahun dan 4 tahun. Yang sulung laki-laki, dan bungsunya perempuan.
Setiap hari selalu saja ada hal yang memicu perselisihan di antara keduanya.
Meskipun berbeda gender, tidak ada yang mau mengalah. Dan…yeah -sering terjadi-
emosi saya tersulut – dan sering pula menyesal belakangan. Sekali lagi, membaca
artikel ini saya merasa diingatkan bahwa anak- anak belum memiliki logika
berpikir yang sempurna. Tugas orang tua lah untuk membimbing mereka.
Bagaimanapun kondisi kita sudah seharusnyalah
sebagai orang tua berusaha menyelesaikan konflik tanpa menimbulkan
konflik baru.
Judul : Bunda, Kemblilah !
Penulis : Yuyus Robentien
Penerbit : Leutikaprio
Tebal : vi + 106 hlm.
Terbit : Cetakan 1, Februari 2012
0 comments:
Post a Comment
thx for your comments..:)