- Satu pengalaman baru, ternyata bisa membaca itu menyenangkan -
Faisal, pelajar kelas tiga SD Kartini, merasakan bahwa memiliki ilmu, menjadi pintar itu sungguh sangat menguntungkan. Apalagi guru ngajinya juga mengatakan bahwa orang yang berilmu itu akan dinaikkan derajatnya. Ilmu itu akan menjadi cahaya yang menerangi kehidupan manusia. Karena hal itulah, hati Faisal terasa miris melihat tiga sahabatnya di Gedong Sapi tidak merasakan bangku sekolah seperti yang dialaminya.
Pambudi, Yudi, dan Pepeng adalah tiga sahabat Faisal, anak- anak alam yang cukup bahagia menjalani hidup bersama orang tua mereka "hanya " sebagai pembantu Yok Bek, orang Cina pemilik peternakan sapi perah, yang dikenal dengan sebutan Gedong Sapi. Meski setiap hari harus bergaul dengan gunungan kotoran sapi berikut lalat hijau yang mengerubunginya, ditambah umpatan kasar yang harus diterima jika pekerjaan mereka dirasa kurang tepat, itu semua tidak pernah menjadi soal. Hidup mereka sudah terkondisi untuk mengabdi sejak kakek moyang dahulu. Tidak pernah terbersit dalam angan bentuk kehidupan yang lain.
Hingga Faisal menyuntikkan kesadaran akan nikmatnya bersekolah, terangnya cahaya ilmu, dan banyaknya mimpi yang bisa diraih dengan ilmu tersebut. Akhirnya, anak- anak alam itu memiliki keberanian untuk menyampaikan aspirasi , meminta haknya untuk mendapat pendidikan.
Dengan bantuan Faisal, tanpa kesulitan mereka diterima di kelas satu SD Kartini. Bu Mutia, guru yang sangat inspiratif, menerima mereka dengan senang hati. Namun, ternyata tidak mudah menjalani kehidupan sosial di lingkungan baru. Tas mereka yang dari karung, sandal jepit, dan seragam lusuh yang dibeli dari tukang loak menjadikan mereka "berbeda ". Banyak tantangan yang harus mereka hadapi agar bisa terus sekolah.
Novel ini menyoroti kemiskinan dari kacamata anak -anak. Di tengah arus pembangunan dan modernisasi daerah perkotaan masih tersebar banyak anak yang tidak mendapat kesempatan mengenyam pendidikan. Disamping kesadaran yang belum tumbuh, belitan kemiskinan menghalangi keinginan mereka. Hanya mereka yang bertekad baja dan bermental kuat lah yang berhasil menyelesaikan pendidikan.
Ketika membaca bagian awal novel ini, warna dan gaya deskripsinya mengingatkan pada Laskar Pelangi yang sangat fenomenal. Dan ternyata memang novel ini lahir setelah penulisnya terinspirasi karya tersebut. Saya paling suka pada bagian ketika Faisal berpura - pura kesurupan jin Belanda , agar Pak Cokro, si dukun kampung Genteng berhenti mengganggunya. Saya juga jadi penasaran dengan rasa jus kresen favorit Faisal. Namun, terkadang saya juga mengerutkan dahi, seperti ketika membaca surat yang ditulis Pambudi untuk Kania. Sebagus itukah untaian kalimat anak yang baru saja mengenal dunia huruf ? atau ketika mengetahui materi matematika kelas satu mereka, seperti pecahan desimal, seberat itukah ?
Yang jelas, membaca novel ini menjadikan diri lebih bersyukur mendapatkan kemudahan mengenyam pendidikan.Kemudian, seperti pesan yang tertulis di awal novel " Jangan takut untuk bermimpi besar" . Hadapi setiap tantangan dalam kehidupan ini dengan senyuman. :)
Terima kasih kepada komunitas diva press yang telah menghadiahkan novel ini untuk saya..:D ..*ditunggu yang berikutnya...:)
Judul : Orang Miskin Dilarang Sekolah
Penerbit : Diva Press
Penulis : Wiwid Prasetyo
Tebal : 450 hal.
Edisi : Cetakan 5, Maret 2010
Faisal, pelajar kelas tiga SD Kartini, merasakan bahwa memiliki ilmu, menjadi pintar itu sungguh sangat menguntungkan. Apalagi guru ngajinya juga mengatakan bahwa orang yang berilmu itu akan dinaikkan derajatnya. Ilmu itu akan menjadi cahaya yang menerangi kehidupan manusia. Karena hal itulah, hati Faisal terasa miris melihat tiga sahabatnya di Gedong Sapi tidak merasakan bangku sekolah seperti yang dialaminya.
Pambudi, Yudi, dan Pepeng adalah tiga sahabat Faisal, anak- anak alam yang cukup bahagia menjalani hidup bersama orang tua mereka "hanya " sebagai pembantu Yok Bek, orang Cina pemilik peternakan sapi perah, yang dikenal dengan sebutan Gedong Sapi. Meski setiap hari harus bergaul dengan gunungan kotoran sapi berikut lalat hijau yang mengerubunginya, ditambah umpatan kasar yang harus diterima jika pekerjaan mereka dirasa kurang tepat, itu semua tidak pernah menjadi soal. Hidup mereka sudah terkondisi untuk mengabdi sejak kakek moyang dahulu. Tidak pernah terbersit dalam angan bentuk kehidupan yang lain.
Hingga Faisal menyuntikkan kesadaran akan nikmatnya bersekolah, terangnya cahaya ilmu, dan banyaknya mimpi yang bisa diraih dengan ilmu tersebut. Akhirnya, anak- anak alam itu memiliki keberanian untuk menyampaikan aspirasi , meminta haknya untuk mendapat pendidikan.
Dengan bantuan Faisal, tanpa kesulitan mereka diterima di kelas satu SD Kartini. Bu Mutia, guru yang sangat inspiratif, menerima mereka dengan senang hati. Namun, ternyata tidak mudah menjalani kehidupan sosial di lingkungan baru. Tas mereka yang dari karung, sandal jepit, dan seragam lusuh yang dibeli dari tukang loak menjadikan mereka "berbeda ". Banyak tantangan yang harus mereka hadapi agar bisa terus sekolah.
Novel ini menyoroti kemiskinan dari kacamata anak -anak. Di tengah arus pembangunan dan modernisasi daerah perkotaan masih tersebar banyak anak yang tidak mendapat kesempatan mengenyam pendidikan. Disamping kesadaran yang belum tumbuh, belitan kemiskinan menghalangi keinginan mereka. Hanya mereka yang bertekad baja dan bermental kuat lah yang berhasil menyelesaikan pendidikan.
Ketika membaca bagian awal novel ini, warna dan gaya deskripsinya mengingatkan pada Laskar Pelangi yang sangat fenomenal. Dan ternyata memang novel ini lahir setelah penulisnya terinspirasi karya tersebut. Saya paling suka pada bagian ketika Faisal berpura - pura kesurupan jin Belanda , agar Pak Cokro, si dukun kampung Genteng berhenti mengganggunya. Saya juga jadi penasaran dengan rasa jus kresen favorit Faisal. Namun, terkadang saya juga mengerutkan dahi, seperti ketika membaca surat yang ditulis Pambudi untuk Kania. Sebagus itukah untaian kalimat anak yang baru saja mengenal dunia huruf ? atau ketika mengetahui materi matematika kelas satu mereka, seperti pecahan desimal, seberat itukah ?
Yang jelas, membaca novel ini menjadikan diri lebih bersyukur mendapatkan kemudahan mengenyam pendidikan.Kemudian, seperti pesan yang tertulis di awal novel " Jangan takut untuk bermimpi besar" . Hadapi setiap tantangan dalam kehidupan ini dengan senyuman. :)
Terima kasih kepada komunitas diva press yang telah menghadiahkan novel ini untuk saya..:D ..*ditunggu yang berikutnya...:)
Judul : Orang Miskin Dilarang Sekolah
Penerbit : Diva Press
Penulis : Wiwid Prasetyo
Tebal : 450 hal.
Edisi : Cetakan 5, Maret 2010
0 comments:
Post a Comment
thx for your comments..:)