Dua insan yang sedang mencinta,
niscaya memiliki hasrat untuk selalu bersama. Untuk itulah ada lembaga suci
yang disebut dengan pernikahan. Sepasang pengantin yang berbahagia mendapat
legalitas di mata Tuhan dan segenap umat-Nya untuk mencecap madu kehidupan.
Namun, adakalanya takdir tidak berpihak pada
kehendak manusia. Seperti halnya yang
terjadi pada Qays dan Layla.
Ketika lidah- lidah yang kelaparanMenyakiti dua hati yang sedang kasmaranMata dan bibir mereka tiada lagi mampu menyimpanRahasia yang terungkap oleh sebuah kerlinganSerbuan fitnah membuat mereka terpisahkan ( hlm. 18 )
Qays dan Layla dimabuk asmara.
Sebelum benar- benar menyadari apa yang mereka alami, orang sudah terlanjur
mengumbar cemburu dan kedengkian. Akibatnya, cinta mereka pun terpisahkan
karena ayah Layla tidak menyetujui hubungan tersebut. . Karena cintanya kepada
Layla, Qays tampak seperti Majnun ( orang gila ). Hingga kemudian lebih
terkenal dengan Layla dan Majnun.
Kemudian, Layla dinikahkan dengan
Ibnu Salam. Namun sampai akhir hayatnya Layla tidak pernah mengizinkannya untuk
menjamah keperawanannya. Layla senantiasa setia kepada Majnun.
Sementara Layla terkurung dalam
pernikahan paksa tersebut, Majnun yang telah kehilangan unsur kemanusiaannya bebas
mengekspresikan cintanya dalam syair- syair yang ajaibnya begitu memukau dan
menghanyutkan pendengarnya. Jiwa Majnun melebur dalam bayang- bayang Layla.
Bagi kaum sufi, kisah Layla –
Majnun ini merupakan simbol seorang
pecinta ( hamba ) dan Kekasihnya ( Tuhan ) . Dengan cinta, seorang pecinta
dapat bertransformasi ke dalam persatuan mistik dengan Sang Kekasih . Konon, ungkapan – ungkapan cinta Majnun ini
adalah ungkapan cinta pengarang kepada Tuhannya.
Bagi saya sendiri -orang awam- kisah ini adalah sebuah roman yang disajikan
dalam bahasa yang indah dari awal hingga akhir. Meskipun bahasa yang digunakan
puitis, ceritanya sendiri tetap mudah untuk dicerna.
Penerjemah dan penyuntingnya sepertinya telah melakukan usaha ekstra untuk
memanjakan pembaca agar bisa menikmati keindahan bahasanya. Simak saja salah satu contohnya dalam kutipan dari
halaman 18 di atas. Diksi yang dipilih menghasilkan irama dan rima akhir yang
sempurna.
Selain itu, dalam hal yang
sederhana seperti deskripsi alam saat
pergantian hari membuat saya tak habis pikir imajinasi seseorang bisa selincah itu. Simak ya kutipannya…
Sekali lagi hari yang masih mentah mengenakan mantel paginya, bagai tenunan brokat yang gemerlap. Ia menghiasi telinga langit dengan ornamen emas matahari dan air raksa bintang gemintang yang meleleh dalam nyalanya yang merah ( hlm. 26 )
Sekali lagi sang matahari – penunggang kuda yang gagah berani itu – melompat cepat ke arena tempat roda langit berputar. Saingannya bintang gemintang, menjadi pudar dan mundur ke tepian ufuk barat. Cahaya yang bersinar dari sang penakluk membuat mangkuk Kristal malam yang berkilau – kilau hingga pagi mengangkatnya tinggi – tinggi kemudian memecahkannya, sehingga anggurnya bertebaran, mewarnai cakrawala dengan warna ungu dari satu ujung ke ujung lainnya. Begitulah hari bermula. ( hlm 199. )
Saat membaca, pernah saya begitu
terhanyut dan menyalahkan Majnun yang begitu lebur dalam cintanya. Alangkah
tega kepada orang tua yang menangis darah hingga akhir hayatnya karena memikirkan
ketidakwarasan anak semata wayangnya. Pernah pula saya menyalahkan Layla,
kenapa hanya memendam rasa dalam diam, tidak memohon kepada ayahandanya untuk
menyatukannya dengan Majnun. Hingga akhirnya Ibnu Salam, suami yang amat
mencintainya pun menjadi turut menderita. Setelah membacanya sampai akhir baru
saya bisa memahami situasi dan kondisinya.
Tanpa ada tokoh antagonis dan
protagonis , karakter yang ada di dalamnya adalah tokoh- tokoh yang kuat . Layla-Majnun,
ayah Layla, orang tua Majnun, Ibnu Salam, hingga tokoh Nawfal, semua adalah
tokoh yang konsisten dalam sikap dan perasaannya.
Hmm…sedikit yang saya rasa kurang
pas dalam novel ini adalah desain kovernya. Suram. Mungkin jika dibuat senada dengan ilustrasi- ilustrasi yang ada di dalamnya,
seperti di hlm. 17 atau hlm.242 akan jauh lebih menarik. Tampak khas ornament
Arabianya.
Daaaaaaann….Akhirnya, saya
tertarik menulis puisi juga…^^
Duhai Majnun,
Andai kumiliki separuh saja bentuk cintamu
Untuk kusemai dalam kalbuku
Dan kupersembahkan kepada
Kekasihku
Tentu laku raga ini
akan berpihak pada lambaian
surgawi
Aku tak ingin menjadi gila
Aku hanya ingin terlekat cinta …
kepadaNya
Judul : Penagntin
Surga
Penulis : Nizam Ganjavi
Penerjemah :
Ali Nur Zaman
Penyunting : Salahuddien Gz.
Penerbit : dolphin
Tebal : 250 hlm
Cetakan : Juli , 2012
ISBN : 978-979-17998-3-6
2 comments:
numpang promot
notecenik.blogspot.com
bagus review nya..
thanks bwt review ny..
www.tas-spunbond.com
Post a Comment
thx for your comments..:)